Seringkali
dalam setiap perbincangan hukum, kedua kata diatas dianggap sebagai dua hal
yang sama. Seolah, pre-emptive right itu merupakan bagian dari Right of First Refusal (“ROFR”) dan
begitu pula sebaliknya. Secara sederhana, pre-emptive
right merupakan hak pemegang saham untuk mendapatkan penawaran terlebih
dahulu oleh perusahaandan harus dengan klasifikasi saham yabg sama, dimana
perusahaan tersebut akan mengeluarkan saham yang bertujuan untuk menambahkan
modal dalam perusahaan. Teori ini sesuai dan diadopsi dengan ketentuan Pasal 43
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) yang berbunyi:
“Seluruh saham yang
dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan
kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi
saham yang sama.”
Dalam
konteks pasar modal, hal tersebut sesuai
dengan (Peraturan
Bapepam No.IX.D.1: Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.26/PM/2003 tanggal 14
Juli 2003) tentang Hak Untuk Memesan Efek Terlebih Dahulu juga sering disebut sebagai
HMETD. HMTED singkatnya adalah Hak
yang melekat pada saham, yang memberikan hak kepada pemilik saham untuk membeli
efek baru, yang dapat berupa: Saham;
Efek yang dapat dikonversi menjadi saham (Obligasi konversi atau obligasi
tukar); dan Waran. HMETD juga
mengadopsi juga ketentuan mengenai pre-emptive
right ini.
Dalam
konteks sebuah perusahaan terbuka maupun tertutup, pre-emptive right ini adalah hak pemegang saham untuk memesan saham
terlebih dahulu. Analogi nya apabila anda berada disuatu tempat makan, maka
anda harus memesan terlebih dahulu dan kemudian makanan tersebut akan
dihidangkan kepada anda. Analogi tersebut kurang lebih sama untuk pre-emptive
right, yakni ketika perusahaan anda akan mengeluarkan saham baru yang mana
jumlahnya merupakan pembagian dari jumlah saham baru, yang akan dikeluarkan
dari seluruh saham yang ada (telah disetor dan telah ditempatkan). Tujuan utamanya
dari proses ini adalah untuk meningkatkan jumlah modal disetor.
Berbicara mengenai pre-emptive right, Ada beberapa hal
yang patut diketahui bagi pre-emptive right ini antara lain;
- Berlaku dalam hal penambahan modal;
- Hak yang lahir secara otomatis;
Hal ini karena UUPT menggunakan kata “harus” dalam frase Pasal 43(1) UUPT. Begitu juga dengan bunyi butir 2 Peraturan IX.D.1 yang menggunakan kata “wajib” untuk menekankan bahwa preemptive right/HMETD ini merupakan suatu keharusan yang dilaksanakan oleh perusahaan. - Penawaran Secara Proporsional dengan Persentase dan Klasifikasi Saham; Penawaran yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham ini dilakukan dengan cara menawarkannya secara seimbang dengan persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham sebelum penambahan modal. Persentase saham ini juga didasarkan pada klasifikasi saham yang dimaksud, dalam hal perusahaan mengeluarkan saham dengan klasifikasi saham yang berbeda.
- Saham dengan klasifikasi saham baru. Apabila perusahaan mengeluarkan saham untuk penambahan modal dengan klasifikasi saham yang belum pernah dikeluarkan sebelumnya, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
Sementara itu, ROFR adalah hak untuk memperoleh penawaran terlebih
dahulu dalam hal dalam hal salah satu pemegang saham existing dalam suatu Perusahaan
berkehendak untuk menjual sahamnya kepada pihak lain. Oleh karenanya, sebelum
ia menawarkan kepada pihak lain, ia terlebih dahulu harus menawarkan( yang
sudah ada, bukan saham baru) kepada pemegang saham lainnya. Apakah akan diambil
oleh pemegang saham lain atau tidak. Dalam hal ini pemegang saham yang menerima
tawaran tersebut dikatakan mempunyai right of first refusal. Dalam ROFR
tidak terjadi peningkatan modal atau saham baru dalam portofolio.
ROFR ini sendiri haruslah dinyatakan dalam anggaran dasar. Berbeda
dengan pre-emptive right, ROFR ini
bukan berlaku secara otomatis dalam perusahaan. Melainkan berlaku hanya apabila
Anggaran Dasar mengatur demikian. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang
mendasar diantara kedua paham ini. Hal tersebut dapat kita tafsirkan dari
konstruksi ketentuan pada UU PT. Selain itu, ROFR merupakan syarat dalam
pemindahan Hak atas saham. Apabila pada pre-emptive
right diwajibkan diberikan kepada pemegang saham, dalam hal perusahaan
melakukan penambahan modal, maka ROFR hanya diberikan kepada pemegang saham
kepada pemegang saham apabila diatur dalam anggaran dasarnya. Pemberian right
of first refusal ini adalah sehubungan dengan adanya pemindahan hak atas
saham.
Mari kita simak bunyi saham dengan klasifikasi saham baru. Apabila perusahaan
mengeluarkan saham untuk penambahan modal dengan klasifikasi saham yang belum
pernah dikeluarkan sebelumnya, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah
seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 57(1) UUPT di bawah ini:
“(1) Dalam
anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas
saham, yaitu:
a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada
pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari Organ Perseroan; dan/atau
c. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Namun, walaupun hak ini sudah
diatur dalam Anggaran Dasar, tetap sifatnya adalah hanya untuk melindungi
kepentingan masing-masing pemegang saham dan stakeholder lainnya dalam
perusahaan. Namun tidak untuk mempersulit perusahaan dengan menjadikan
transaksi jual beli saham menjadi alot. Mari simak ketentuan Pasal 57(2) UUPT:
“(2)
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal
pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali
keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan
kewarisan.”
Pengecualian itu dibuka dalam
Pasal 57(2) UUPT. Pemindahan hak atas saham tidak berlaku apabila pemindahan
hak atas saham tersebut lahir karena adanya peralihan hak secara hukum. Yang
dimaksud dengan peralihan hak karena hukum antara lain peralihan hak karena
kewarisan atau peralihan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan, atau
Pemisahan.
Sumber:
Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007.
Peraturan Bapepam No.IX.D.1: Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.26/PM/2003 tanggal 14 Juli 2003) tentang Hak Untuk Memesan Efek Terlebih Dahulu.
Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007.
Peraturan Bapepam No.IX.D.1: Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.26/PM/2003 tanggal 14 Juli 2003) tentang Hak Untuk Memesan Efek Terlebih Dahulu.
Iswahjudi A.
Karim, salah seorang founder KarimSyah
Law Firm, Jakarta Mei 2005, revisi
Agustus 2005.
Niken Nydia Nathania, Partner pada
SmartcoLaw.
gioco digitale gioco digitale 카지노사이트 카지노사이트 ボンズ カジノ ボンズ カジノ 카지노 카지노 カジノ シークレット カジノ シークレット 565
BalasHapus