Senin, 23 Oktober 2017

Hak Pre-emptive Right dan Hak Right of First Refusal pada Perseroan Terbatas



Seringkali dalam setiap perbincangan hukum, kedua kata diatas dianggap sebagai dua hal yang sama. Seolah, pre-emptive right itu merupakan bagian dari Right of First Refusal (“ROFR”) dan begitu pula sebaliknya. Secara sederhana, pre-emptive right merupakan hak pemegang saham untuk mendapatkan penawaran terlebih dahulu oleh perusahaandan harus dengan klasifikasi saham yabg sama, dimana perusahaan tersebut akan mengeluarkan saham yang bertujuan untuk menambahkan modal dalam perusahaan. Teori ini sesuai dan diadopsi dengan ketentuan Pasal 43 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) yang berbunyi:

Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.

Dalam konteks  pasar modal, hal tersebut sesuai dengan (Peraturan Bapepam No.IX.D.1: Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.26/PM/2003 tanggal 14 Juli 2003) tentang Hak Untuk Memesan Efek Terlebih Dahulu juga sering disebut sebagai HMETD. HMTED singkatnya adalah Hak yang melekat pada saham, yang memberikan hak kepada pemilik saham untuk membeli efek baru, yang dapat berupa: Saham; Efek yang dapat dikonversi menjadi saham (Obligasi konversi atau obligasi tukar); dan Waran. HMETD juga mengadopsi juga ketentuan mengenai pre-emptive right ini.

Dalam konteks sebuah perusahaan terbuka maupun tertutup, pre-emptive right ini adalah hak pemegang saham untuk memesan saham terlebih dahulu. Analogi nya apabila anda berada disuatu tempat makan, maka anda harus memesan terlebih dahulu dan kemudian makanan tersebut akan dihidangkan kepada anda. Analogi tersebut kurang lebih sama untuk pre-emptive right, yakni ketika perusahaan anda akan mengeluarkan saham baru yang mana jumlahnya merupakan pembagian dari jumlah saham baru, yang akan dikeluarkan dari seluruh saham yang ada (telah disetor dan telah ditempatkan). Tujuan utamanya dari proses ini adalah untuk meningkatkan jumlah modal disetor.

Berbicara mengenai pre-emptive right, Ada beberapa hal yang patut diketahui bagi pre-emptive right ini antara lain;
  • Berlaku dalam hal penambahan modal;
  • Hak yang lahir secara otomatis;
    Hal ini karena UUPT menggunakan kata “harus” dalam frase Pasal 43(1) UUPT. Begitu juga dengan bunyi butir 2 Peraturan IX.D.1  yang menggunakan kata “wajib” untuk menekankan bahwa preemptive right/HMETD ini merupakan suatu keharusan yang dilaksanakan oleh perusahaan. 
  • Penawaran Secara Proporsional dengan Persentase dan Klasifikasi Saham;                                Penawaran yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham ini dilakukan dengan cara menawarkannya secara seimbang dengan persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham sebelum penambahan modal. Persentase saham ini juga didasarkan pada klasifikasi saham yang dimaksud, dalam hal perusahaan mengeluarkan saham dengan klasifikasi saham yang berbeda.
  • Saham dengan klasifikasi saham baru.                                                                                           Apabila perusahaan mengeluarkan saham untuk penambahan modal dengan klasifikasi saham yang belum pernah dikeluarkan sebelumnya, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.

Sementara itu, ROFR adalah hak untuk memperoleh penawaran terlebih dahulu dalam hal dalam hal salah satu pemegang saham existing dalam suatu Perusahaan berkehendak untuk menjual sahamnya kepada pihak lain. Oleh karenanya, sebelum ia menawarkan kepada pihak lain, ia terlebih dahulu harus menawarkan( yang sudah ada, bukan saham baru) kepada pemegang saham lainnya. Apakah akan diambil oleh pemegang saham lain atau tidak. Dalam hal ini pemegang saham yang menerima tawaran tersebut dikatakan mempunyai right of first refusal. Dalam ROFR tidak terjadi peningkatan modal atau saham baru dalam portofolio.

ROFR ini sendiri haruslah dinyatakan dalam anggaran dasar. Berbeda dengan pre-emptive right, ROFR ini bukan berlaku secara otomatis dalam perusahaan. Melainkan berlaku hanya apabila Anggaran Dasar mengatur demikian. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang mendasar diantara kedua paham ini. Hal tersebut dapat kita tafsirkan dari konstruksi ketentuan pada UU PT. Selain itu, ROFR merupakan syarat dalam pemindahan Hak atas saham. Apabila pada pre-emptive right diwajibkan diberikan kepada pemegang saham, dalam hal perusahaan melakukan penambahan modal, maka ROFR hanya diberikan kepada pemegang saham kepada pemegang saham apabila diatur dalam anggaran dasarnya. Pemberian right of first refusal ini adalah sehubungan dengan adanya pemindahan hak atas saham.

Mari kita simak bunyi saham dengan klasifikasi saham baru. Apabila perusahaan mengeluarkan saham untuk penambahan modal dengan klasifikasi saham yang belum pernah dikeluarkan sebelumnya, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 57(1) UUPT di bawah ini:

(1)     Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:

a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;

b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau

c. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Pengecualian Pelaksanaan Right of First Refusal

Namun, walaupun hak ini sudah diatur dalam Anggaran Dasar, tetap sifatnya adalah hanya untuk melindungi kepentingan masing-masing pemegang saham dan stakeholder lainnya dalam perusahaan. Namun tidak untuk mempersulit perusahaan dengan menjadikan transaksi jual beli saham menjadi alot. Mari simak ketentuan Pasal 57(2) UUPT:

“(2)     Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan kewarisan.”

Pengecualian itu dibuka dalam Pasal 57(2) UUPT. Pemindahan hak atas saham tidak berlaku apabila pemindahan hak atas saham tersebut lahir karena adanya peralihan hak secara hukum. Yang dimaksud dengan peralihan hak karena hukum antara lain peralihan hak karena kewarisan atau peralihan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.



Sumber:
Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007.
Peraturan Bapepam No.IX.D.1: Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.26/PM/2003 tanggal 14 Juli 2003) tentang Hak Untuk Memesan Efek Terlebih Dahulu.

Iswahjudi A. Karim, salah seorang founder  KarimSyah Law Firm, Jakarta  Mei 2005, revisi Agustus 2005.

Niken Nydia Nathania,  Partner pada SmartcoLaw.